Kamis, 17 November 2016

Cerpen Sepercik Senyum Sejuta Luka

Sepercik Senyum Sejuta Luka

Judul Cerpen Sepercik Senyum Sejuta Luka
Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta Sedih, Cerpen Remaja
Lolos moderasi pada: 31 October 2016
Jogja belum bangun. Sayup-sayup dari celah jendela hembusan nafas masih terdengar. Detak jantung masih berdenting. Tangan itu masih berdenyut. Perlahan aku membuka mata. Sama seperti kemarin. Aku masih melihat sekotak kamar kecilku. Masih dengan dinding yang sama. Warna merah muda dan lambang klub sepak bola favoritku, Manchester United. Masih melihat tulisan-tulisan indah berkelok-kelok di atap ‘Selamat, seorang Azmya masih bernafas hari ini. Semoga menjadi hari yang tak terlupakan. Ayo tersenyum’. Setiap kali aku bangun dari mimpi malamku, aku pasti akan melihat dan membaca tulisan itu. Dan perlahan aku tersenyum.
Ya. Namaku Azmya Azzahra Ramadhani. Aku seorang siswi SMA kelas 2 di Jogja tahun ini. Mungkin aku adalah sebagian dari manusia yang beruntung di dunia ini. Aku memiliki Ibu yang sangat-sangat mencintaiku, Ayah yang selalu perhatian denganku, dan kakak yang mengerti aku. Walaupun begitu, aku mungkin juga sebagian dari manusia yang tak beruntung di dunia ini. Ya, aku mengidap penyakit yang sama sekali tak ada obatnya. Dokter memvonis waktuku hanya sebentar. Mungkin ketika aku berumur 20 tahun aku tak dapat lagi untuk berjalan, 23 tahun aku tak dapat lagi untuk bicara, 25 tahun aku tak dapat lagi menghembus nafas.
Aku kadang berpikir kenapa harus aku yang mendapatkan penyakit ini? Kenapa harus seorang Azmya yang merasakan? Apa tidak ada manusia lain yang punya penyakit seperti ini selain aku?. Kadang aku juga bertanya pada ibuku, “Bu, apakah aku bisa kuliah?” “Bu, apakah aku kelak dapat bekerja?” “Bu, apakah aku kelak dapat menikah dan mempunyai seorang anak?”. Jawabannya selalu sama “Kamu pasti bisa”. Tapi disamping jewaban itu, aku tak langsung mempercayainya, aku selalu berpikir dia hanya ingin menenangkanku.
Aku punya banyak hal yang ingin kuceritakan, tapi aku takut akan membuatnya khawatir. Meski begitu, mungkin ibuku sudah lebih tau apa yang akan terjadi padaku walaupun aku tak menceritakan apa-apa padanya. Sebelum aku menginjak usia 17 tahun, semuanya tetap sama dengan yang lainnya, tetap sama dengan teman-teman sekolahku, tetap sama dengan manusia lainnya yang hidup sehat. Tapi setelah itu, aku berumur 17 tahun. Satu per satu keanehan datang padaku. Perlahan semuanya berubah. Aku jadi sering jatuh, pandanganku kabur, aku tak pandai menghitung jarak dengan tepat, sampai-sampai sekarang aku tak pandai menulis.
Sebenarnya aku telah lama mengetahui diriku. Mungkin sekitar aku duduk dikelas 3 sekolah dasar, orangtuaku berbicara tentang diriku. Waktu itu aku tak sebegitu khawatir, mungkin karena aku belum tau betul seganas apa penyakit itu. Pada saat itu, aku selalu menuliskan cerita hidupku dalam buku harianku agar di suatu saat ketika aku telah lupa akan sesuatu hal, buku ini dapat mengingatkanku. Masih tertulis dengan jelas “ataksia spinocerebellar, penyakit cacat yang fatal dan tidak dapat disembuhkan”. Ya, ternyata aku dilahirkan dengan normal tapi aku juga dilahirkan cacat. Bukan cacat fisik seperti kebanyakan orang, bukan cacat seperti aku tak mempunyai tangan, kaki, atau apa. Semuanya lengkap. Tapi, salah satu bagian otakku yaitu cerebellum volumenya menjadi lebih kecil dari bentuk normal (atrofi) dan lama-kelamaan menyebabkan kesulitan dalam mengontrol gerak tubuh.
Hari itu saat aku duduk di kelas 1 SMA. Cuaca agak cerah dengan hembusan angin Agustus yang lembut. Setelah pelajaran selesai dan semua murid bergegas untuk pulang, aku merasa kakiku lemas dan seketika aku terjatuh. Aku berusaha bangkit, namun aku dikagetkan dengan uluran tangan seseorang. “Bisa kubantu?” Katanya. Sontak aku melihat wajahnya. Seorang cowok kelas 2 terkenal di sekolah. Sebenarnya aku juga menyukainya, tapi karena keadaanku, aku tak berani melakukannya. Aku takut untuk mencintai seseorang. Saat itu, aku hanya mengaguminya dalam diam. Sejak pertemuan waktu itu, kami semakin dekat. Saat aku terjatuh, dia selalu di sampingku, tetap sama mengulurkan tangannya utukku.
‘Kringgggggg…’, suara telepon di ujung berdering
“Halo” ucapku
“Halo, bisa bicara dengan Azmya?”
“Iya saya sendiri, dengan siapa saya bicara?”
“Ini bang Ryu, apa kamu sibuk?”
Seketika aku kaget, tapi aku sangat bahagia. Cowok kelas 2 itu meneleponku.
“Emm.. nggak kok. Memangnya ada apa bang?”
“Pergi ke toko buku yuk, ada buku baru yang harus kamu baca. Aku jemput yah”, suara di ujung sana itu membuat dadaku sesak. Aku tak tahu kenapa seperti ini. Mungkin akibat rasa senang yang berlebihan. Aku menebak-nebak sendiri. Atau mungkin hal lain tentang penyakitku? Ahh.. Rasanya aku tak mau berpikir tentang itu. Yang aku pikirkan aku akan pergi bersamanya.
“Eh kok diem, masih di situ kan?”, suaranya kembali terdengar, sontak aku kaget
“Eh emm iya, aku siap-siap dulu ya”
“Oke, aku langsung ke sana. Sampai jumpa”
“Sampai jumpa”
Aku menutup telepon dengan tangan gemetar. Tapi senyumku tak kunjung habis. Aku sangat bahagia hari itu. Ada rasa yang tak pernah aku rasakan sebelumnya. Ada rasa yang tak pernah datang dari sekian banyak umur yang telah kuhabiskan.
Aku semakin dekat dengannya, bahkan aku menjalin hubungan dengan cowok kelas 2, kakak kelasku itu.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun ajaran baru pun dimulai. Aku menginjak bangku kelas 2 SMA, sedangkan Ryu selangkah lagi akan masuk jenjang perguruan tinggi. Usiaku menginjak 17 tahun. Sudah banyak sekali kejadian aneh dalam diriku. Tiba-tiba saja aku jatuh tanpa sebab, gerakanku terhenti dalam beberapa menit, bahkan sekarang aku tak pandai lagi menulis. Dokter mengatakan penyakit ini semakin akut dan mengakibatkan sistem motorik semakin memburuk. Pantas saja, sekarang aku tak dapat menentukan jarak dengan tepat. Meski segalanya dalam hidupku seperti dalam ribuan tangis, tapi terdapat sepercik senyum di dalamnya. Ryuta Wiratama. Ya, nama itulah yang memunculkan senyum yang menghias wajahku sehari-hari. Ryu tahu tentang penyakitku ini, tapi dia sama sekali tak menghiraukannya. Aku selalu melihat senyumnya mengembang setiap kali bersamaku. Pancaran mata lembutnya itu membuatku melupakan beban hidupku. Sampai hari ini dimana seorang Azmya semakin memburuk, seorang Ryu tetap dalam rasa itu. Tetap di situ untukku.
Cerpen Karangan: Laela Wahyu Romadhoni
Facebook: Laela Wahyu R

Halaman Baru Yang Meliputi Hujan

Halaman Baru Yang Meliputi Hujan

Judul Cerpen Halaman Baru Yang Meliputi Hujan
Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Keluarga, Cerpen Mengharukan
Lolos moderasi pada: 30 October 2016
Matahari kian meninggi. Tidak terasa hari sudah beranjak, sekarang pukul 07:00 WIB membantu banyak pekerja di bumi yang semakin meningkat. Di antara ribuan serta milyaran orang yang memiliki masalah, baik itu ringan maupun berat. Lantas, adakah di antara milyaran orang itu yang dapat menjalankan solusi dengan benar atau bahkan tidak mendapat solusi yang tepat.
Pagi ini aku mengirim pesan ke ayah kalau aku ingin mengikuti lomba cipta cerpen dan baca puisi. Namun tak ada satu respon pun yang kubaca dari kotak masuk dan hanya tanda read yang muncul di layar smartphoneku. Aku menunggu jawaban hingga bel istirahat tiba, tapi pesanku tidak kunjung dibalas. Rasa kecewaku sedikit muncul. Aku memang benar-benar gemar dengan yang namanya sastra. Namun apakah disaat aku ingin kegemaran serta bakatku itu kukembangkan, tidak ada yang memberiku jawaban? Aku lelah, disaat aku butuh, ayah tidak ada di sampingku. Aku hanya bisa mengandalkan mama. Sementara ayah hanya sibuk dengan istri baru dan anak tirinya itu.
Seandainya mama disini, aku pasti langsung memeluk mama. Jalanku salah. Seharusnya aku menolak tawaran ayah tiga bulan yang lalu untuk pindah ke desa. Ayah sudah berjanji denganku dan mama kalau ayah akan selalu ada. Tetapi apa? Ayah tidak pernah menafkahi kami lagi, sementara mama berusaha mencari uang untuk memenuhi biaya sekolah, makan, dan segala kebutuhan lain. Kenapa ayah pergi, apakah ayah lupa dengan janji yang pernah ayah tuturkan dulu? Ayah lupa atau memang ayah sudah merencanakan ini semua? Apakah ayah tahu kami tidur tanpa selimut disini? Darimana ayah tahu kami sudah makan atau belum dan darimana ayah tahu kami makan sehari-hari dengan apa? Apakah ayah tahu nilai-nilai ulanganku bagus? Ayah memberi harapan layaknya daun hijau kemudian kering. Berubah warna menjadi warna kecoklatan dan rapuh lalu tertiup oleh angin. Pohon yang kita tanam dulu hanyalah sebuah harapan yang sama sekali tidak memiliki kepastian yang jelas dan hanya terlewatkan begitu saja, bagaikan boneka lucu yang ditinggal tanpa sebab di tepi jalan raya. Semua pergi secepat air yang merambat pada tissue kering. Dulu, ayah selalu mendukungku disaat seperti ini. Disaat aku ingin berprestasi di bidang yang sesuai dengan bakatku yang luar biasa yang dulu selalu ayah banggakan. Tetapi saat ini apa? Ayah tidak membalas percakapanku.
Mama mengajarkanku banyak hal dari apa yang telah ayah tulis selama ini di buku diary. Menuliskan semu di dalam mataku, dan kemudian kusalin di lembaran diaryku yang putih bersih, halus, tanpa ada noda-noda yang basah disana. Namun sekarang? Kertas itu berubah menjadi kusut, kertas itu benar-benar kusut. Kertas itu tidak akan mulus lagi meski kusetrika dua puluh empat jam sekalipun. Dugaanku salah, aku menganggap wanita berperawakan kecil tinggi putih itu hanyalah kakak dari mama. Aku rela ketika dulu wanita itu memotong bulu mataku seperti layaknya barbie yang masih kusimpan di lemari kecilku. Kini aku sadar, kini aku paham, dan kini aku masih bertahan. Ketika wanita itu hadir di rumah kita, mama tampak murung disana, namun mama tak kunjung merasa aneh saat itu. Karena mama tahu bahwa mama adalah wanita biasa. Apakah ayah masih ingat? Ketika aku masih kecil mama pergi tanpa alasan, dan tidak tahu kemana, kemudian ayah berkata “pergi saja kamu menjadi pel*cur” apakah artinya pel*cur ayah? Mengapa mama langsung menangis? Ayah mengirimkan kalimat itu pada saat mama sedang berdo’a. Menangis di tengah kegelapan yang menimpa mama malam itu. Ayah mengatakan kalimat sesingkat itu disaat umurku masih kecil. Apakah ayah tahu? Aku masih belum mengerti pada saat itu. Namun air mata mama tetap saja mengalir. Pipinya basah ketika aku menanyakan apa arti kalimat itu. Mama memelukku erat, menangis menghabiskan suaranya yang sudah serak. Mukena yang dikenakannya basah. Matanya membengkak, wajahnya memerah, sementara ayah masih terus menghadirkan kegelapan, hingga sulit rasanya untuk membedakan mana bintang dan mana api. Ayah membawa mama jauh-jauh dari pulau Jawa, dimana dulu mama tinggal. Sementara kini, ah, sudahlah.. Ayah tak melihat ke belakang lagi dan meninggalkan sesosok wanita soleha yang kuat, bersama anak kandungmu yang tidak mengerti apa yang terjadi. Mama berjuang sendiri yah! Mama bekerja keras menguras tenaganya. Ayah meminta persetujuan terhadap mama ketika ayah ingin menikahi wanita berhati busuk itu. Ayah memaksa mama, menghantam mama dan menyiksa mama! Dan lagi-lagi ayah membuat pipi mama basah. Ayah mencium wanita itu di depan mata mama yang meneteskan air. Apakah ayah tahu bagaimana perasaannya saat itu? Omongan para tetangga yang menyakitkan hati mama dan mereka bukan mengejek mama, melainkan menasehati mama. Mengelus dada, memeluk serta mencium mama. Dan kata-kata yang terucap oleh bibir mereka yang bervariasi membuat mama luluh apa arti kesabaran. Mendengar kata-kata saat pernikahan bahwa ayah masih seorang remaja biasa, namun mama hadir ibarat tamu-tamu biasa. Apa yang kurang dari mama, apakah mama kurang sabar selama ini? Apakah mama kurang soleha? Namun apa jadinya wanita berhati busuk itu menusuk mama dari belakang? Apa ayah sudah memilih keputusan yang tepat? Jika diibaratkan dengan burung, apakah ayah ingin meninggakan sarangmu yang penuh barokah itu? Dan ayah telah membuat kembang merah menjadi layu, tetesan hujan tidak bisa lagi membuatnya bangun. Semua karena ayah! Apakah ayah tidak bersyukur mempunyi sosok wanita idaman seperti mama? Ayah telah memiliki semuanya dan memiliki sarang yang bagus serta suasana yang indah disini. Kemudian sarang itu dinodai oleh istri keduamu dan dia menghancurkan kita yah! Dia menjerumuskan kita ke jalan yang salah kemudian membuat ayah berdosa! Dia tidak kunjung berteman dengan kita yah! Apakah engkau ingat wahai ayahku tercinta, saat ayah melemparkan piring kaca yang berisi makan siang masakan mama yang lezat itu? Piring pecah hampir mengenai kepala anakmu dulu yang lagi asyik bermain dengan bonekanya. Piring itu pecah dan tak bisa menyatu lagi. Piring itu menjadi beling-beling kecil yang mengenai kaki mama. Kaki mama menumpahkan darah yah! Mama langsung dibawa oleh tetangga ke puskesmas terdekat. Namun apakah ayah hadir disana dan membayar pengobatan mama serta menguatkan rasa sakit mama? Tidak, ayah pergi tanpa memikirkan mama dan membiarkan mama menangis di bawah lututmu! Lalu ayah menendangnya, sementara aku hanya bisa berlari menuju kamar dan menangis bersama boneka kesayanganku, boneka yang pernah mama beli. Aku melampiaskan rasa sayangku terhadap boneka itu dan membayangkan boneka itu adalah mama. Aku memeluknya erat serta menutup kedua telingaku yang penuh dengan suara mengerikan. Mengapa ayah sejahat itu? ayahku yang ini bukanlah ayah yang kukenal. Ayah tidak mungkin setega ini. Berapa kali ayah sudah menyakiti mama. Membuat pipi kami tak lekas kering. Tapi apakah setelah ayah membaca ini ayah juga ingin ikut menangis dengan kami? Apakah ayah akan sadar dan ingin bertaubat lalu tak akan melakukan semua kesalahanmu lagi?
Aku hanyalah seorang anak biasa yang tidak pernah luput dari kesabaran. Memiliki berbagai penyakit serta keluarga yang terus meliputi hujan. Ingin kukatakan langsung kepadamu rasa sakit yang kurasakan. Meski rasa sakitku tidak seperih sakit yang mama rasakan sejak dulu. Namun apa daya, aku masih belum dapat mengambil kesimpulan tentang ini. Aku hanya bisa menurunkan hujan. Hujan deras yang keluar dari kedua kelopak mata hitamku. Aku adalah anak yang menginginkan ayahnya sadar. Menginginkan ayahnya kembali. Kembali kepada kami. Dan menanam kembang berbatang mulus yang dulu pernah kita tanam bersama.
Saat ini, aku sedang berada di asrama. Lebih tepat lagi yaitu, di lantai empat. Pemandangan indah hadir disini. Menemaniku di kehidupan yang gemuruh. Membisikanku apa arti sabar. Menyapaku dengan hembusan udara sejuk yang menaikkan rambut tanganku. Mengibarkan hijab hitamku yang besar. Awan-awan mengumpul, warnanya sedikit berubah menjadi gelap. Seakan ingin menghadirkan air laut yang diserap, dan kemudian ia jatuhkan lagi ke permukaan bumi yang menjadi planet ke tiga jika diurutkan dari matahari. Jemuran yang lekas kering, turut berduka ketika hujan turun. Membasahi tubuhnya yang sudah seharian berjemur di bawah teriknya matahari.
Kulihat pesawat yang turut ingin mendarat dari kejauhan. Maupun yang terbang dari arah bandara. kulihat, tersenyum, dan berdo’a agar penumpang yang ada di dalamnya tidak akan merasakan apa yang kurasakan. Melihatnya yang semakin jauh, kecil, dan hilang ditelan awan tebal. Membuat mataku menyipit terkena air yang menetes di bulu mataku. Burung kecil yang ingin kembali ke sarangnya, melampai-lambaikan sayapnya terhadapku. Dedaunan pohon yang ikut bergoyah oleh kencangnya angin. Hingga suara detakan telapak kaki terdengar. Salah satu siswi yang berlari ingin mengambil jemurannya.
Gedung-gedung tinggi tampak disini. Menyapaku agar suatu saat nanti akan kudatangi dan bekerja disana. Menuliskan beribu-ribu imajinasi yang kupunya. Membentuk sepatah atau dua patah kata, yang dipatah-patahkan menjadi beribu-ribu kata, sehingga menjadi kalimat, kemudian dilanjutkan oleh paragraf dan memiliki ide pokok, tokoh, alur, maupun aturan lainnya. Kemudian memiliki cover yang unik. Tidak lain dan tidak bukan. Tujuanku hanya untuk mengekspresikan segala cobaan yang diberikan Tuhan terhadap hamba-Nya. Menginspirasi serta memotivasi jejak-jejak kehidupan mereka yang sedang diselimuti batang berduri.
Awan itu kembali memisahkan diri dari temannya. Hingga langit kembali menjadi cerah. Kulihat lagi segerombolan anak kecil berlarian bersama sahabat sejatinya, melihat genangan air di selokan kecil. Mengeluarkan plastik-plastik bekas yang tidak tahu siapa yang membuangnya, tetapi tidak bertanggung jawab.
Sesuai dengan keputusanku, aku mengikuti lomba cipta cerpen dan mengawalinya dengan kata “hari ini”.
Hari ini? Rasanya biasa saja. Namun sepertinya sudah terbiasa dengan keadaan hujan. Keanehannya semakin hari semakin meningkat. Level permainannya sungguh ia bakatkan. Lelah! Kata-kata yang ingin kuucapkan padanya. Misterius, supel, lupa, senang. Ibarat bunga yang mekar didatangi oleh lebah yang jahat. Namun tak kunjung berteman, melainkan hanya menghisap sari madu yang amat manis. Saat ia kehausan, ia datang kepadaku dan mama. Tetapi disaat sari madu kami hampir habis, ia pergi begitu saja. Ia pergi bersenang-senang bersama lebah barunya. Keanehan yang dimilikinya membuat sari madu yang pernah dihisapnya menjadi layu. Lupa saat kehausan. Tetapi tidak papa. Datanglah ketika engkau merasa ingin diselimuti dan merasakan kehausan ayah.
“Mama, kakak berangkat sekolah dulu ya.” Ujarku sambil mencium tangan mama, lalu mengambil uang jajan di atas meja, kemudian berlari.
“Loh, kamu tidak sarapan dulu? Nanti kepalamu sakit lagi kak!” teriak mama yang langsung beranjak ke pintu.
“Di sekolah saja ma… Sudah keburu telat. Assalamualaikum.”
“Mama buatkan bekal saja kak!” sahut mama cepat. Namun diriku tidak lagi tampak disana. Aku tak mendengar kata-kata apa yang mama tuturkan itu.
Ketika beberapa menit lagi aku akan sampai, ada kejadian yang menimpa teman kelasku. “kecelakaan” yang tepat di samping sorot mata kananku. Motor bernama Mio dan berwarna biru langit terseret di dekatku. Pengendara yang ikut terseret, hingga melumpuhkan kakiku menuju gedung sekolah. Pak polisi yang tadinya hanya mengatur jalan di perempatan, ikut bergotong mencari pahala di sekitarnya. Wanita berkerudung putih tebal, serta seragam putih abu-abu menyerupai seragam sekolahku, dan berperawakan kecil. Maupun warna kulitnya yang sawo matang. Tenggorokkannya mengalirkan darah yang sangat deras. Aku terdiam sejenak, kemudian berbicara bahwa “aku akan mengalami kejadian ini.”
“Asaaaalll!!! Awasss!!!” menyadarkanku dari lamunan itu. Aku melihat ke arah tangan para pengemudi lain, tepat di sebelah kiriku. Truk yang sangat besar mulai mendekati. Membawa bongkahan kayu jati yang akan dijual. Lantas aku tidak melarikan diri. Mobil itu melaju kencang dan semakin dekat denganku. Tetapi mobil itu terlihat ingin memelukku erat. Kakiku tidak bisa digerakkan. Seakan ada lem yang melekat di antara aspal dan kakiku. Namun Bunga menyeretkanku ke tepi jalan, lompat bersamanya, hingga aku sedikit tergelincir lalu sadar. Apa yang telah kulakukan? Aku hampir mengambil nyawaku sendiri. Sementara para pengendara, serta pekerja jalanan lain sibuk mengoceh kecerobohanku.
Dalam kegelapan malam, sulit mengatakan mana langit dan mana tanah, dan apakah sinar itu api atau bintang. Kemanakah ayah pergi? Aku sudah banyak menceritakan kejadian pagi tadi terhadap banyak orang. Tinggal dirimu seorang yang belum sempat kuceritakan. Aku rindu. Semua orang mengkhawatirkanku. Apalagi mama. Apakah engkau tidak ingin tahu bagaimana kabarku ayah? Aku sedang ketakutan. Aku butuh hiburan dari ayah. Apakah engkau tidak mengkhawatirkanku seperti orang-orang? Kapankah engkau kembali memelukku? Menciumku? Serta berbagi cerita ringan bersama aku dan mama. Pulanglah ayah. Kami ingin engkau kembali. Sadarkanlah istri keduamu itu.
Begitulah cerpen yang saat ini kubuat. Lama sudah aku menunggu pengumuman lewat online. Meratap layar laptop hingga membuat mataku tidak berkedip. Berharap bahwa juara itu bertemu denganku. Aku ingin menang. Dan cerpen ini dipublikasikan. Serta mereka tahu bagaimana arti kesabaran disaat halaman baru yang meliputi hujan menahan semua keluh kesahnya. Mengharapkan seseorang yang dicintainya kembali. Meski sudah berkali-kali mencoba menghubungi ayah. Namun tak ada satu jawabanpun yang kuperoleh darinya. Mama tidak lepas dari do’anya yang penuh permohonan. Ingatlah ayah. Masa-masa dulu engkau ingin menikahi mama. Masa-masa engkau sangat mencintaai sosok wanita seperti mama. Ingin rasanya agar engkau sadar setelah membaca ini. Membaca limpahan kepedihan yang aku rasakan bersama mama. Kankerku sudah di tahap akhir. Rambut lurusku tidak lagi bisa kau pegang dengan tanganmu yang mulus itu. Jika aku tahu semua ini akan terjadi disaat kita pindah ke desa ini. Dulu aku akan menolak permintaanmu itu ayah. Aku lebih baik berada di pelukan Tuhan. Dan selalu bisa melihatmu tersenyum dari kejauhan bersama mama. Tetapi, sebelum aku terbang ke langit yang amat jauh, serta melewati awan kumulonimbus dan curah hujan yang tidak membaik, aku ingin memberi untukmu dan mama, berhelai-helai uang kertas, serta sertifikat yang kuraih dalam hasil kerja keras imajinasiku ini.
Aku menulis banyak cerita kita disini. Dan berharap banyak dari panitia yang menyelenggarakan lomba cipta cerpen ini.
Tersenyumlah ayah. Tersenyumlah! Bersama kekasih tercintamu yang sebenarnya. Cita-citaku telah tercapai untuk memberikan uang hasil kerja keras imajinasiku. Aku senang melihatmu disini. Jangan menangis ayah, hapus air matamu. Aku akan terus melihatmu dan mama. Bersama Tuhan yang memelukku hangat. Jangan pikirkan diriku ayah. Aku sudah sangat nyaman disini. Aku bangga melihat ayahku kembali ke sisiku dan mama. Meski dengan cara seperti ini, engkau sadar. Nikmatilah hidupmu bersama mama. Bacalah semua cerpen yang sudah kubuat dari kisah-kisah kita di laptopku. Suasana disaat ayah masih belum sadar. Jagalah mama, ayah. Jangan izinkan pipi mama basah lagi. Kuatkanlah mama. Ajaklah mama pulang dari pemakamanku. Walau aku tahu berat rasanya melangkahkan kaki untuk pulang. Beritahu mama, kita akan bertemu di surga nanti. Kita akan bersama-sama lagi. Aku akan kembali memegang kumis dan jenggotmu yang tajam itu. Mencabut uban yang bersembunyi di sela-sela rambut kepalamu yang keras. Dan memulai membuka halaman kita yang baru. Aku mencintaimu ayah.
TAMAT
Cerpen Karangan: Janani Budi Daffa

smash - i heart you

I Heart You
oleh: SMASH



Kenapa hatiku cenat-cenut tiap ada kamuSelalu peluh pun menetes setiap dekat kamuKenapa salah tingkah tiap kau tatap akuSelalu diriku malu tiap kau puji aku
Kenapa lidahku kelu tiap kau panggil akuSelalu merinding romaku tiap kau sentuh akuMengapa otakku beku tiap memikirkanmuSelalu tubuhku lunglai tiap kau bisikkan cinta
You know me so well (you know me so well)Girl i need you (girl i need you)Girl i love you (girl i love you)Girl i heart youI know you so well (i know you so well)Girl i need you (girl i need you)Girl i love you (girl i love you)Girl i heart you
Tahukah kamu saat kita pertama jumpaHatiku berkata padamu ada yang berbedaTahukah sejak kita sering jalan bersamaTiap jam menit detikku hanya ingin berdua
Tahukah kamu ku takkan pernah lupaSaat kau bilang kau punya rasa yang samaKu tak menyangka aku bahagia ingin ku peluk duniaKau izinkan aku ’tuk dapat rasakan cinta
You know me so wellGirl i need you (girl i need you)Girl i love you (girl i love you)Girl i heart youI know you so wellGirl i need you (girl i need you)Girl i love you (girl i love you)Girl i heart you
Rap:Hatiku rasakan cinta, dia buatku salah tingkahI know you so well, you know me so wellYou heart me girl, i heart you backI miss you, i love you, ah ah ahI need you, i love you, i heart you babyI need you, i love you, i heart you baby
Baby, you know me so well (you know me so well)Girl i need you (girl i need you)Girl i love you (girl i love you)Girl i heart youI know you so well (i know you so well)Girl i need you (oh i need you)Girl i love you (oh i love you)
Tak ada yang bisa memisahkan cintaWaktu pun takkan tegaKau dan aku bersama selamanya

Gadis Kecil Di Bawah Hujan

Gadis Kecil Di Bawah Hujan

Judul Cerpen Gadis Kecil Di Bawah Hujan
Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Kehidupan, Cerpen Motivasi
Lolos moderasi pada: 12 November 2016
Hujan turun dengan derasnya menghalangi sinar matahari dan membasahi apapun yang dilewatinya. Tak terkecuali halte yang menjadi tempatku berlindung dari hujan. Aku membenci hujan karena hujan dapat menghambat perjalananku tapi entah kenapa hari ini aku menyukainya. Hujan hari ini seakan mewakili hatiku yang terluka karena aku dipecat dari perusahaan tempatku bekerja selama lima tahun karena kesalahan yang tak pernah dilakukan.
Hujan semakin deras dan tak ada tanda akan berhenti. Halte yang kutempati sangat sepi. Bahkan jalan yang biasanya ramai kini hanya terlihat beberapa orang-orang yang sedang berteduh. Tampaknya orang-orang sedang malas ke luar rumah atau sedang sibuk bekerja. Tapi tidak denganku, aku tak punya pekerjaan untuk dilakukan ataupun rumah untuk kembali. Walau rumah orangtuaku dekat sini, aku sudah tidak berhubungan dengan mereka lebih dari tiga tahun. Ingin rasanya aku pergi dari dunia yang kejam ini.
Lamunanku terputus saat ekor mataku menangkap seorang gadis Kecil yang muncul dari belokan jalan dengan sebuah payung besar di tangannya. Tubuh Kecil kurusnya basah kuyup oleh air hujan. Kulihat gadis kecil itu berlari-lari Kecil sambil menawarkan payungnya pada orang-orang yang sedang berteduh di depan toko-toko sepanjang jalan. Sambil berlari-lari Kecil mengikuti seseorang yang sedang menggunakan payungnya untuk menyeberang dan menerima uang darinya.
Aku terus memperhatikan gadis kecil itu sampai tak sadar kalau ia telah berada di hadapanku, menawarkan payungnya padaku. Aku menolaknya karena aku masih tidak punya tempat untuk pergi. Gadis kecil itu tersenyum kecil dan ikut berteduh bersamaku. Ia duduk agak jauh dariku, mungkin agar aku tidak basah karenanya. Payung besar selalu berada di tangannya diletakkan di samping kaki mungilnya. Gadis kecil itu mengeluarkan kantong kresek hitam berisi uang yang dihasilkannya dan menghitungnya. Lagi-lagi gadis kecil itu tersenyum, mungkin penghasilannya banyak hari ini.
Karena bosan aku mengajak gadis itu berbicara.
“Dek, kamu tidak sekolah?.” Kataku padanya.
“Sudah berhenti kak.” Dengan senyum yang masih betah berada di bibirnya yang keriput kedinginan.
“Lho, kenapa?.” Dengan senyum yang masih sama gadis kecil itu menjawab pertanyaanku.
“Karena masalah biaya kak. Saya mempunyai dua orang adik yang masih kecil-kecil. Bapak meninggal dua bulan lalu karena tertimpa beton saat bekerja, sedang ibu sekarang sedang sakit-sakitan. Sekarang saya menjadi tulang punggung keluarga. Jangankan untuk sekolah, untuk makan sehari-hari saja kadang tidak cukup.” Jelasnya dengan wajah murung tapi tetap memaksakan senyumnya dan melanjutkan cerita.
“Tapi saya tidak marah pada Tuhan, karena ibu pernah bilang kepada saya kalau seburuk-buruknya hidup yang kita jalani, Tuhan pasti punya bencana yang indah.” Tambahnya saat menyudahi kisah hidupnya.
Mendengarnya aku seakan dicambuk. Kulihat seorang gadis kecil yang masih berusia 12 tahun bisa menjalani hidup yang sulit. Rela mengorbankan masa kanak-kanaknya. Aku melihat diriku sendiri dan merasa malu, bagaimana aku menyerah dan putus asa saat masalah datang menghadang. Bahkan dengan bodohnya fikiran untuk mengakhiri hidup sempat terbesit di hatiku.
Hujan masih turun, walau hanya tetesan-tetesan dari langit. Cahaya matahari menembus hujan menyinari wajah gadis kecil di hadapanku. Senyum di wajahnya tetap betah bertahan dan kini membuatku juga tersenyum melihatnya seakan senyumnya adalah virus yang menular. Aku memeluk gadis kecil itu. Tidak kupedulikan lagi pakaianku yang mungkin basah olehnya. Aku memberikan uang 100 Ribu terakhir yang ada di dompetku berharap dengan uang ini gadis kecil itu dapat membeli obat untuk ibunya. Dengan senyum yang masih merekah ia menerimanya dan berterima masih padaku lalu berlari dan menghitungnya di belokan jalan tempatnya datang tadi.
Aku berdiri, perjalananku sambil menerobos hujan gerimis menuju jalan yang tak pernah kulupa. Yap, jalan menuju rumah orangtuaku.
TAMAT
Cerpen Karangan: Anni Wulqiah Hamzah
Facebook: Anni Wulqiah Hamzah
Ini adalah cerpen pertamaku yang dipublikasikan. Aku berharap kritikan yang dapat membantuku untuk membuatku cerita yang lebih baik.
Happy Reading ^_^

Keyakinan Adalah Kekuatan

Keyakinan Adalah Kekuatan

Judul Cerpen Keyakinan Adalah Kekuatan
Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Inspiratif, Cerpen Kehidupan, Cerpen Perjuangan
Lolos moderasi pada: 16 November 2016
Di sebuah rumah makan di pinggir jalan. Aku melangkahkan kakiku sambil membawa amplop berwarna coklat di tanganku. Amplop itu berisi surat lamaran kerja. Yah! Waktu itu usiaku baru 15 tahun. Seharusnya aku berada di sebuah ruang kelas. Belajar. Tapi, itu hanya mimpi. Karena saat itu aku harus berjuang keras untuk bisa melanjutkan hidup.
Sejak ibu memutuskan untuk menjadi TKW di Negeri Jiran, sejak saat itulah aku dan kedua saudaraku harus belajar hidup mandiri. Dalam hal ini bukan hanya sekedar mandi sendiri saja. Tapi juga mencari makan sendiri. Bisa dibayangkan anak seusiaku harus mencari makan sendiri. Lalu kemana sang ayah? Hm… Ayahku masih ada. Tapi beliau sama sekali tidak bisa diandalkan. Entah karena beliau tidak bekerja sehingga tak mempedulikan kami, atau karena memang sebenarnya beliau sudah tidak peduli. Yang jelas kami sama sekali tidak pernah mengharapkan apa-apa dari beliau. Tapi, biar begitu beliau tetap ayah kami. Orang yang harus kami hormati.
Selama ini kakakku yang pertama, sebut saja Alya, yang membiayai hidup kami. Namun sekarang dia telah menikah dan harus berhenti kerja sejak melahirkan. Sedangkan Amel, kakakku yang kedua, sudah 1 tahun sejak dia dinyatakan lulus dari sekolahnya, dia belum juga bekerja. Bukan karena tidak mau bekerja. Tapi belum ada biaya untuk menebus ijazahnya. So, mau melamar kerja pakai apa?
Beda denganku. Dengan memakai slogan Bonek. Bondo Nekat, aku memalsukan ijazah temanku. Aku pakai namanya untuk melamar kerja di salah satu rumah makan cepat saji tak jauh dari rumahku.
“Kebetulan kami membutuhkan pramusaji di sini. Jadi, adik saya terima kerja di sini”, begitulah kira-kira yang dikatakan kepala toko rumah makan itu padaku.
“Alhamdulillah… Jadi kapan saya bisa mulai kerja, Pak?”, tanyaku.
“Kalau adik siap, adik bisa mulai kerja hari ini”, kata kepala toko rumah makan HC yang ternyata bernama Heru.
“Baik, Pak! Saya siap bekerja hari ini”, kataku penuh semangat. Terbayang sudah di mataku, aku bisa melanjutkan sekolah. Tak apa kalau aku harus berhenti dulu selama setahun. Toh tak ada kata terlambat untuk menuntut ilmu. Aku yakin tahun depan aku bisa melanjutkan sekolah. Seperti kata pepatah, berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian.
Aku segera menelepon kakakku Alya. Dia menangis ketika tahu aku benar-benar memutuskan untuk berhenti sekolah dan memilih bekerja di HC dengan penghasilan 400 ribu perbulan.
“Maafin kakak ya… Harusnya ini menjadi tanggung jawab kakak. Karena kakak sebagai pengganti orangtua kamu. Tapi kakak janji! Hanya setahun kamu berhenti sekolah. Tahun depan kamu pasti bisa sekolah lagi. Kakak janji. Tahun depan kamu akan kembali mendapatkan kehidupan kamu”, kata Kak Alya.
Aku berlinang air mata mendengar janji Kak Alya. Bagiku, dia adalah sosok malaikat yang dikirim Tuhan untuk menggantikan posisi ibu. “Iya, Kak! Nggak papa. Makasih!”.
Sejak saat itu aku yakin. Aku pasti bisa berdiri di atas kakiku sendiri. Meski rasanya berat, mengingat tempat kerjaku sangat dekat dengan sekolah dimana teman-temanku belajar. Tapi aku yakin aku bisa menjalani ini semua.
“Bismillahirrahmanirrahiim… Beri aku kekuatan ya Rabb…”
Tak terasa satu bulan sudah aku bekerja di rumah makan HC. Saatnya menerima gaji. Hm… Ini adalah gaji pertamaku. Hasil dari keringatku. Bekerja dari pagi hingga malam. Meski jumlahnya tak banyak. Tapi aku tetap bersyukur. Karena setidaknya dengan uang ini aku bisa membantu Dhe Ya. Orang yang merawatku sejak ibu pergi.
Aku belikan kebutuhan dapur. Karena aku tahu gaji Dhe Ya yang hanya tukang cuci tidaklah seberapa. Apalagi dia harus memberi makan seluruh penghuni rumah. Aku, kak Amel, ayahku, dan anaknya yang bernama Silvi.
Belum lagi untuk biaya sekolah anaknya. Setidaknya dengan aku bekerja akan sedikit mengurangi bebannya. Tak lupa kusisihkan sebagian untuk menabung. Aku tahu meski biaya sekolah sangat mahal, dan tidak akan mungkin bisa aku dapatkan hanya dengan menyisihkan 50 ribu sebulan. Tapi aku yakin, Tuhan tidak akan menutup mata dengan semua usahaku.
Sudah hampir 10 bulan aku bekerja. Banyak hal yang terjadi selama aku bekerja. Bertemu dengan teman SMP saat aku menjadi kasir. Hampir saja rahasiaku terbongkar.
“Jadi, kamu pakai ijazah orang lain buat kerja disini?”, tanya Dewi. Customer sekaligus teman baikku waktu SMP.
Aku mengangguk. “Lain kali kalau mampir kesini jangan panggil aku Isa. Tapi, Rina”, kataku sambil menunjuk name tag yang menempel di dadaku.
Dewi tersenyum. “Kamu bener-bener gila. Tapi seru! Hidup kamu penuh warna, Sa! Eh, Rin! Hehehe…”, katanya di sela-sela obrolan kami. “Aku yakin kelak kamu akan jadi orang yang sukses!”
“Aamiin…”, jawabku seraya menyerahkan struk pembayaran kepadanya.
Tahun ajaran baru dimulai. Aku begitu semangat menyambutnya. Aku mulai mencari informasi dimana kira-kira sekolah yang cocok untukku. Cocok di sini maksudnya yang sesuai dengan kantong. Maklum tabunganku hanya terkumpul 700 ribu. Karena sudah mondar-mandir kesana kemari akhirnya aku putuskan untuk melanjutkan ke sekolah eks Kak Amel dulu. Selain karena sudah kenal dengan beberapa gurunya, biayanya lebih murah dari sekolah swasta lainnya.
Formulir sudah di tangan. Tinggal melengkapi persyaratannya. Namun tiba-tiba Tuhan mengujiku lagi.
“Kontrakan rumah berakhir bulan ini?”, kataku histeris.
“Iya, Nduk… Kalau kita ndak bayar, kita bisa diusir. Bapakmu juga ndak bisa diharapkan. Padahal Bu Dhe udah ngasih tahu jauh-jauh hari”
Aku bingung. Lagi-lagi aku dihadapkan pada keputusan yang sulit. Membayar kontrakan rumah, atau membayar biaya pendaftaran sekolah? Oh Tuhan… Kenapa begitu berat cobaan yang harus aku hadapi di usia sedini ini? Tidak adakah jalan keluar yang lebih baik selain aku harus mengorbankan salah satu dari masalah ini?
Kak Alya mendengar kabar ini. Lagi-lagi dia yang harus berpikir bagaimana caranya agar aku bisa tetap sekolah dan kontrakan rumah bisa segera dibayar.
“Aku nggak mungkin menutup mata, melihat saudara-saudaraku terlantar di luar sana. Aku nggak mungkin menutup telinga, mendengar mereka menangisi nasib malang mereka. Izinkan aku kerja pa…”, ucapnya pada Kak Wisnu, suaminya.
“Baiklah! Aku mengijinkan kamu kerja. Asalkan kamu bisa membagi waktu”
Sungguh! Tuhan telah menjawab doa-doaku. Dia kirimkan lagi malaikat untukku. Dan lagi-lagi Kak Alya adalah malaikat itu. Dia diterima kerja sebagai Staff Accounting di salah satu perusahaan swasta. Dia menjanjikan aku bisa sekolah lagi tahun ini.
“Uang yang ada sekarang kamu pakai untuk biaya daftar ulang. Sisanya akan kakak lunasi setelah kakak gajian. Kalau soal rumah biar nanti kakak yang bilang ke pemilik rumahnya untuk bisa kasih tempo sampai gajian berikutnya”
Itulah yang dilakukan malaikat bernama Alya padaku. Dalam sekali hentakan dia bisa merobohkan dua pohon yang menghalangi langkahnya. Sesuai rencana, aku melanjutkan sekolah di eks sekolah Kak Amel. Kak Alya menemui pemilik rumah kontrakan untuk meminta tambahan waktu.
Semua ini adalah rencana Tuhan. Rencana yang tidak akan bisa ditebak oleh siapapun. Dan yakinlah bahwa janji Tuhan itu pasti.
Kini aku duduk di bangku kelas XI. Selain sekolah kegiatanku yang lain adalah bekerja part time. Sepulang sekolah aku langsung bekerja. Menjaga sebuah stand makanan dengan upah Rp. 250.000,-/bulan. Setidaknya itu cukup lumayan untuk menambah uang sakuku. Sekolah sambil bekerja memang tidak mudah. Alhasil aku jadi tidak begitu berprestasi di sekolah.
Tak apa! Bukankah kebanyakan orang-orang yang sukses di luar sana adalah orang yang tidak memiliki prestasi akademik? Besar nilai rapor bukan jaminan besar gaji kan? Bahkan Eka Tjipta Widjaja, pendiri Sinar Mas Group, salah satu pengusaha finansial dan real estate di Indonesia hanya lulusan SD. Tapi sekarang dia masuk dalam urutan orang terkaya No. 3 dari 10 orang kaya di Indonesia. Hebat kan!
Begitupun aku! Suatu saat aku akan tunjukkan pada dunia bahwa aku pasti bisa sukses! Aku yakin aku bisa. Karena hanya dengan keyakinan aku bisa ada di sini dan menuliskan kisahku.
Semoga kisahku ini menjadi inspirasi buat teman-temanku agar lebih menghargai waktu. Karena waktu yang terlewat tidak akan pernah kembali. Jangan pernah menyesali waktu kemarin, karena kita masih bisa berbuat lebih baik di waktu esok! Semangat!
Cerpen Karangan: Septi Aya MU

Cara Membuat Donat Kentang

Resep cara membuat kue donat kentang - Donat adalah makanan yang sudah tidak asing lagi di telinga kita. Berbentuk bulat dan mempunyai lubang di tengah sekilas berbentuk cincin merupakan ciri khas dari makanan ini. Donat umumnya berbahan dasar tepung terigu saja, namun ada juga yang memberikan variasi lain dengan menambahkan kentang pada adonannya.

Lalu bagaimana cara membuat donat kentang ? Berikut resep bagaimana cara membuat donat yang bisa anda lakukan sekarang juga di dapur. Oh yah, coba juga resep yang tak kalah enaknya, yaitu resep cara membuat pancake super sederhana tetapi nikmat sekali.

Bahan-bahan yang Dibutuhkan :

  • 1/2 kg tepung terigu protein tinggi
  • 4 butir telor
  • 1/4 kg kentang
  • 1/4 kg mentega
  • 11 gram ragi instan
  • 1 sendok teh garam
  • 4 sendok makan gula (tergantung selera)
  • 3 sendok makan susu bubuk full cream
  • 1 sendok teh baking powder
  • 1/2 gelas air sekitar 100 ml
  • Minyak goreng secukupnya 

Bahan untuk Topping :

  • 100 gram Dark Cooking Chocolate (DCC) atau 1 coklat batangan
  • 2 sendok makan margarin
  • Meses atau tepung gula secukupnya

Cara Membuat Donat Kentang

  1. Potong kentang menjadi beberapa bagian, kemudian rebus sampai matang.
  2. Setelah itu, haluskan dengan cara ditumbuk atau diblender. Pastikan kentang benar-benar halus merata
  3. Masukkan tepung terigu, gula, susu bubuk, ragi, telur, baking powder dan juga kentang yang telah dihaluskan tadi. Kemudian aduk rata sekitar 20 menit.
  4. Aduk adonan menggunakan alat pengaduk sampai setengah kalis kemudian diamkan selama 30 menit sampai adonannya mengembang.
  5. Hindari mencampurkan ragi, mentega, dan garam secara bersamaan karena dapat menyebabkan adonan tidak mengembang dan terkesan kaku.
  6. Selanjutnya masukkan garam, mentega, dan juga air lalu aduk hingga benar-benar kalis. Lama pengadukan sekitar 10 menit.
  7. Kalis adalah kondisi dimana adonan tidak lengket di tangan dan lentur. Tapi untuk adonan donat agak berbeda. Meskipun sudah benar-benar kalis, adonan donat tetap lengket karena ada campuran kentangnya.
  8. Kemudian bagi adonan menjadi beberapa bagian dan diamkan selama 15 menit agar adonan benar-benar mengembang.
  9. Setelah itu, bentuk adonan seperti donat pada umumnya yaitu terdapat lubang ditengahnya. Anda juga bisa membentuk adonan sesuai selera anda.
  10. Tuangkan minyak ke dalam wajan, kemudian goreng adonan donat dalam api kecil hingga warnanya berubah kecoklatan. Gunakan alat bantu seperti sumpit ketika menggoreng donat agar mendapat lingkaran sempurna pada lubang donat.
  11. Untuk hasil yang bagus, goreng di api kecil dengan banyak minyak agar donat tenggelam setengah dan bagian bawahnya tidak menyentuh dasar penggorengan.

Menghiasi Donat dengan Topping

Jika ingin donat anda lebih enak dan menarik, anda bisa menaburkan meses di atasnya. Untuk melengketkan meses pada donat, anda bisa melakukannya dengan cara berikut :
  1. Iris kecil-kecil coklat terlebih dahulu menggunakan pisau.
  2. Masukkan dua sendok margarin dan coklat yang telah di iris kecil-kecil tadi ke wajan anti-lengket dan masak hingga mencair.
  3. Jangan lupa untuk segera mematikan api, karena mencairkan coklat dengan kondisi api menyala dapat membuat rasa coklat jadi gosong.

Jus Buah Untuk Mengobati Flu, Batuk Dan Pilek

Jus Buah Untuk Mengobati Flu, Batuk Dan Pilek

Influenza atau lebih dikenal dengan nama flu merupakan jenis penyakit yang mudah menyerang siapa saja jika musim hujan tiba. Keluhan seperti demam, sakit tenggorokan, batuk, pilek dan lesu menjadi indikator seseorang terserang flu. Jenis buah tertentu mempunyai kandungan vitamin tinggi yang bermanfaat untuk memperbaiki daya tahan tubuh sehingga kondisi tubuh bisa pulih dan flu pun reda.

Jika tidak disertai komplikasi dengan penyakit lain, sebenarnya influenza akan sembuh dengan sendirinya dalam waktu 4 – 7 hari. Syaratnya, daya tahan tubuh mengalami peningkatan atau perbaikan sehingga dapat beradaptasi dengan pengaruh dari luar seperti perubahan cuaca.

jus buah untuk influenzaJus buah untuk mengatasi flu

Jus buah adalah minuman sehat yang kaya akan zat gizi, vitamin serta mineral yang sangat dibutuhkan untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Vitamin C dan zat antioksidan berperan penting dalam proses penyembuhan flu, keduanya banyak terdapat pada bahan makanan sehari-hari seperti buah-buahan dan sayuran.

Baca juga : Jus buah penurun panas

Jenis buah yang bermanfaat untuk mengatasi flu adalah pepaya, tomat, jambu biji, jeruk, anggur, stroberi, mangga, dan apel.


Aneka Resep Jus Buah Untuk Mengobati Influenza

1. Jus jeruk campur pepaya
Bahan-bahan :
  • 1 sdm air jeruk nipis
  • 250 ml air jeruk manis
  • 200 g buah pepaya

Cara membuat jus :
Campur semua bahan, masukkan ke dalam blender. Haluskan dan sajikan segera.
jus buah jeruk pepaya obat flu


2. Jus buah apel mix jambu
Bahan-bahan :
  • 1 buah apel
  • 1 buah jambu biji
  • 1 sdm air jeruk nipis
  • 1 sdm madu
  • 250 ml air putih

Cara membuat jus :
  • Blender buah jambu biji dengan sedikit air, saring dan sisihkan bijinya.
  • Campur jus jambu biji dengan apel dan air matang. Blender sampai halus.
  • Tuang ke dalam gelas saji, tambahkan madu dan air jeruk nipis.
  • Aduk rata lalu sajikan segera.